SILVIE masuk dan meletakkan tas dengan wajah muram. Ia melepas jaket dan melipatnya menjadi semacam buntalan lalu menyoroknya masuk ke dalam almari. Ia mengganti sepatu kets dengan sepatu bertumit lima senti. Matanya melirik ke arah jam dinding. Lima belas menit lagi pukul tiga sore. Ia membetulkan sekali lagi kemeja dan rok spannya. Memeriksa riasan di wajah. Ketika membubuhkan beberapa tepuk bedak di wajah, ia melihat seseorang dari cermin kotak bedak. Ia menoleh. “Mau apa kau?”
Morris kaget lalu pura-pura membenahi tumpukan tas dan jaket. “Tidak.”
“Berhenti mengamat-amatiku!”
Morris tertawa tanpa suara. Ia segera berbalik membelakangi Silvie yang kembali membenahi riasan. Ia ketahuan. Tapi biar saja. Morris menyukai Silvie. SPG yang bertugas di bagian susu bayi. Wajah Silvie yang bulat dan putih dan berkulit halus yang dibubuhi perona cerah tampak begitu cantik. Tubuhnya yang montok—gemuk namun sekal—sering menjadi bahan canda kotor di antara karyawan laki-laki pengadaan barang.
“Jadi, Silvie di bagian mana sekarang?”
“Susu bayi.”
“Kenapa aku jadi membayangkan yang tidak-tidak?”
Selengkapnya sila simak id.klipingsastra.com
Morris kaget lalu pura-pura membenahi tumpukan tas dan jaket. “Tidak.”
“Berhenti mengamat-amatiku!”
Morris tertawa tanpa suara. Ia segera berbalik membelakangi Silvie yang kembali membenahi riasan. Ia ketahuan. Tapi biar saja. Morris menyukai Silvie. SPG yang bertugas di bagian susu bayi. Wajah Silvie yang bulat dan putih dan berkulit halus yang dibubuhi perona cerah tampak begitu cantik. Tubuhnya yang montok—gemuk namun sekal—sering menjadi bahan canda kotor di antara karyawan laki-laki pengadaan barang.
“Jadi, Silvie di bagian mana sekarang?”
“Susu bayi.”
“Kenapa aku jadi membayangkan yang tidak-tidak?”
Selengkapnya sila simak id.klipingsastra.com
➖➖➖
Author Desi Puspitasari | Karya: Cerita Pendek | Terbit: 26 Agustus 2012 | Diterbitkan: Koran Tempo
SOCIALIZE IT →