BAGI Bu Wagu, tak ada yang lebih setia dan memahami dirinya ketimbang anjing-anjingnya. Setelah suaminya meninggal dan anak-anaknya punya rumah sendiri, Bu Wagu memelihara anjing. Binatang-binatang setia dan penuh pengertian itu diberi nama Cokelat, Kopi, Susu, dan Teh Tubruk.
“Bagus, Bu. Ketimbang kau kesepian,” kata anak bungsunya ketika menelepon dari luar kota. “Tapi apakah Ibu yakin peliharaan itu tak membikin masalah dengan para tetangga?”
“Tidak. Aku akan menjaga mereka baik-baik.”
Sejak mula para tetangga mengetahui bahwa Bu Wagu memelihara anjing. Dalam ajaran agama mereka, air liur anjing najis bila menyentuh kulit, tapi mereka hanya berkasak-kusuk. Hingga suatu sore Bu Wagu melepas anjing-anjingnya ke jalan di depan rumah.
Cokelat, Kopi, Susu, dan Teh Tubruk berkejar-kejaran, termasuk anak-anak tetangga yang baru pulang bersepeda dari TPA dekat masjid kompleks rumah. Bocah-bocah itu menjerit ketakutan sampai menangis.
Selengkapnya sila simak id.klipingsastra.com
“Bagus, Bu. Ketimbang kau kesepian,” kata anak bungsunya ketika menelepon dari luar kota. “Tapi apakah Ibu yakin peliharaan itu tak membikin masalah dengan para tetangga?”
“Tidak. Aku akan menjaga mereka baik-baik.”
Sejak mula para tetangga mengetahui bahwa Bu Wagu memelihara anjing. Dalam ajaran agama mereka, air liur anjing najis bila menyentuh kulit, tapi mereka hanya berkasak-kusuk. Hingga suatu sore Bu Wagu melepas anjing-anjingnya ke jalan di depan rumah.
Cokelat, Kopi, Susu, dan Teh Tubruk berkejar-kejaran, termasuk anak-anak tetangga yang baru pulang bersepeda dari TPA dekat masjid kompleks rumah. Bocah-bocah itu menjerit ketakutan sampai menangis.
Selengkapnya sila simak id.klipingsastra.com
➖➖➖
Author Desi Puspitasari | Karya: Cerita Pendek | Terbit: 14 Februari 2016 | Diterbitkan: intersastra[dot]coma
SOCIALIZE IT →