Senin, September 12, 2016

Kambing Sebbal

Posted By: Desi Puspitasari - 01.55
APABILA aku berubah menjadi kambing, lalu dikorbankan saat Idul Adha, akankah itu bisa menjadi kendaraan ibu pergi ke surga?

Angan-angan itu terus berkecamuk dalam pikiran Sebbal, laki-laki dewasa yang terperangkap dalam tubuh dan kapasitas otak yang tak lebih baik dari seekor kerbau.

“Tentu saja bisa,” sambut Pak Baonk. Kala itu mereka sedang berada di pos ronda.

“Bagaimana bisa, Pak?” sahut Sebbal terheran-heran.

“Kalau kau membaca karya Franz Kafka, diceritakan Gregor Samsa, si tokoh utama, berubah menjadi kecoak,” Pak Baonk melanjutkan penjelasannya. “Kau ingin berubah menjadi kecoak?”

“Saya ingin menjadi kambing saja, Pak,” jawab Sebbal sungguh- sungguh. Saat salat Jumat kemarin, Sebbal mendengarkan ceramah yang mengatakan, barang siapa berkurban kambing atau sapi, maka hewan itu akan menjadi kendaraannya menuju surga.

Sebbal sedih saat teringat mendiang ibunya. Perempuan tua yang mengurus Sebbal dengan penuh cinta, meski bukan anak kandungnya sendiri. Sekitar tiga puluh tahun lalu, perempuan tua yang sudah meninggal lima tahun silam, menemukan orok menangis di tegalan. Ia mengira sedang mendengar rintihan kuntilanak tengah malam.

Perempuan tua itu memberanikan diri. Terkejutlah ia saat menemukan bayi merah dan masih licin--seluruh tubuhnya terbalur darah--tergolek telanjang di antara pohon ketela. Perempuan tua yang akhirnya dipanggil ibu itu merawat Sebbal dengan baik. Dan, tetap merawat penuh cinta dan kasih sayang, meski akhirnya Sebbal tumbuh menjadi laki-laki dewasa berotak dongok. “Bayi akan selalu dilahirkan dalam kondisi suci dan murni.” Pernah suatu hari ibu berkata demikian ketika seorang tetangga bertanya, mengapa Sebbal masih dipertahankan dan tak kembali dibuang saja. Bocah tolol merepotkan. “Perkara, apakah bayi itu akan tumbuh menjadi dewasa normal atau seorang bajingan, tergantung bagaimana seorang ibu merawatnya.”

Sebbal baru bisa lancar berjalan saat usia tujuh tahun, lancar berbicara saat sepuluh tahun. Ia tak sekolah. Berkat ketekunan ibu mendidik Sebbal dengan baik, bocah itu alhamdulillah tumbuh menjadi seseorang yang berbudi pekerti baik.

Selengkapnya sila baca id.klipingsastra.com


➖➖➖
Author Desi Puspitasari | Karya: Cerita Pendek | Terbit: 11 September 2016 | Diterbitkan: Koran Media Indonesia


 

DESI PUSPITASARI:

Adalah penulis kelahiran Madiun yang sejak menempuh pendidikan tinggi -di Bulak Sumur- hingga kini tinggal di Jogjakarta. Selain menulis cerpen, cerber dan novel, bersama tim @JaringProject ia juga menulis naskah pertunjukan-teater.

Ads

Copyright ©2010- | Templatezy | Karya Sastra | Desi Puspitasari