PUKUL tiga dini hari. Angin bertiup dingin seperti setan lewat. Kabut putih tipis melayang perlahan.
“Kau hapal daerah sekitar sini, bukan? Kau bisa berjanji tak akan menabrak patok pembatas jalan? Kalau kau oleng, kita ambruk, patah tulang, semua kegiatan hari ini akan runyam. Laki-laki itu memang akan peduli dan memberi perhatian, bahkan mungkin saja membatalkan segala rencana dan kegiatan demi membawaku ke rumah sakit. Tapi perempuan yang akan menjadi calon istrinya pasti berpikir aku sengaja melakukan sabotase. Aku tidak ingin membikin keributan.”
Hrrr... hrrr....
Kuda berbadan tegap itu mendengus. Kepalanya meleng ke kanan. Badannya bergoyang sedikit ke kiri. Tangan perempuan itu tetap tenang menggenggam tali kekang. Ia sedang menghitung keselamatan perjalanan dalam jarak pandang terbatas. Tidak tahan lagi oleh perasaan sesak yang begitu dalam, ia memacu kuda.
Selengkapnya sila baca id.klipingsastra.com
“Kau hapal daerah sekitar sini, bukan? Kau bisa berjanji tak akan menabrak patok pembatas jalan? Kalau kau oleng, kita ambruk, patah tulang, semua kegiatan hari ini akan runyam. Laki-laki itu memang akan peduli dan memberi perhatian, bahkan mungkin saja membatalkan segala rencana dan kegiatan demi membawaku ke rumah sakit. Tapi perempuan yang akan menjadi calon istrinya pasti berpikir aku sengaja melakukan sabotase. Aku tidak ingin membikin keributan.”
Hrrr... hrrr....
Kuda berbadan tegap itu mendengus. Kepalanya meleng ke kanan. Badannya bergoyang sedikit ke kiri. Tangan perempuan itu tetap tenang menggenggam tali kekang. Ia sedang menghitung keselamatan perjalanan dalam jarak pandang terbatas. Tidak tahan lagi oleh perasaan sesak yang begitu dalam, ia memacu kuda.
Selengkapnya sila baca id.klipingsastra.com
➖➖➖
Author Desi Puspitasari | Karya: Cerita Pendek | Terbit: 24 Oktober 2015 | Diterbitkan: Koran Suara NTB
SOCIALIZE IT →